Selasa, 08 November 2011

Anak Kodok Yang Berhenti Melompat


Seekor anak kodok mulai melompat di hatiku saat aku kelas 2 SMP. Yang pertama melompat di hati. Selama beberapa bulan, anak kodok selalu melompat di hatiku setiap hari. Sampai akhirnya, aku memutuskan bahwa dia tidak lagi harus melompat di hatiku. Kemudian, kami benar-benar berhenti berhubungan.
Setahun kemudian, secara kebetulan kami bertemu lagi. Dia kembali melompat di hatiku. Tidak lama, hanya seminggu sampai akhirnya lagi-lagi aku memutuskan bahwa dia tidak lagi harus melompat di hatiku. Setahun kemudian, kami dipertemukan secara kebetulan lagi. Selama seminggu, dia kembali melompat di hatiku sampai aku menyuruhnya berhenti. Dan terus berlangsung begitu, sampai akhirnya di tahun ke-8, situasi mulai berubah. Kami menyadari banyak hal.
Bahwa aku adalah satu-satunya gadis di dunia ini yang, entah bagaimana, tidak bisa dilupakan. Bahwa aku adalah satu-satunya gadis yang selalu dia sayangi.
Bahwa aku adalah pacar pertamanya.
Dan..
Bahwa dia adalah lelaki yang tidak pernah menghakimiku atas perlakuan jahatku, atas kelakuan manjaku, atas fisikku yang sudah tidak lagi sama seperti awal kami bersama.
Bahwa dia adalah lelaki yang tidak pernah tau cara untuk berhenti menyayangiku.
Bahwa dia adalah pacar pertamaku.

Setiap Jumat, selama sebulan penuh, dia menunggu di depan rumahku.
Tanpa membunyikan bel.
Tanpa memberitahu.
Dia diam di depan rumahku berjam-jam.
Menungguku untuk keluar rumah.
Membuat tetanggaku menelpon dengan cemas dan mengatakan ada seorang lelaki sedari pagi diam di depan rumahku.
Membuatku keluar rumah dengan kaget.
Menemukanmu tersenyum saat melihatku.
Membuatku menjulukimu, Mr. Friday

Dan di tahun ke-9, dia menemaniku di rumah sakit saat almarhum papapku koma.
Saat itu, kami sama-sama tahu, jarak hati kami sudah menjauh.
Dan di tahun ke-9, dia tidak melompat di hatiku selama seminggu. Dia melompat selama dua hari.
Saat itu, kami sudah sama-sama tahu.

Tahun ke-10, aku belum pernah mendengar lagi kabar darinya sampai akhirnya ada sebuah undangan sampai padaku. Anak kodok tidak akan lagi menjadi anak kodok yang kukenal, yang selalu melompat di hatiku walau selalu kuhentikan, yang tidak pernah menyerah. Anak kodok telah menjadi kodok yang sudah menemukan betinanya dan akan meresmikannya dalam waktu dekat. Tanpa perlu kuhentikan, dia berhenti sendiri. Anak kodok yang berhenti melompat. Di hatiku.

Minggu, 11 September 2011

Berhenti

Putus cinta memang tidak pernah mudah, apalagi jika posisinya berada sebagai pihak yang diputuskan. Seolah dipaksa untuk berhenti mencintai dengan tetiba. Sedangkan cinta tidak pernah berhenti begitu saja. Selalu ada proses yang menyakitkan pun penuh tangisan. Tidak pernah mudah, dan sialnya, tetap harus dilewati.

Sebagai pihak yang diputuskan, sebagai pihak yang dianggap bertanggung jawab atas keputusan yang dia ambil, sebagai pihak yang harus berjuang mengatasi perasaan-perasaan yang masih tertinggal, aku pun tidak bisa tidak menangis. Dan rasanya BOHONG, kalau aku bilang aku tidak menunggu dia kembali. BOHONG, kalau aku bilang aku tidak berharap dia meminangku kembali menjadi kekasihnya. Jadi ya, aku menunggunya dan berharap.

"The worst feeling is that when you don't know whether you have to let go or to hold on..." -Unknown

Dan ya, aku menderita. Tidak bisa bergerak dari tempat dimana dia meninggalkanku. Tidak bisa menangis di mata walau hati terus menerus menangis. Sampai akhirnya kata-kata seorang teman menampar hatiku, membuat mataku akhirnya menangis. Membuatku sadar bahwa bagaimanapun juga, perasaan yang tertinggal ini harus kutuntaskan.

Jika memang ini semua salahku, aku ingin tau apakah masih ada kesempatan bagiku untuk memperbaikinya. Aku memberinya pilihan. Kataku,
Jika kesempatan itu ada, maka biarkan aku mengambil kesempatan itu dan memperbaikinya.
Jika kesempatan itu tidak ada, maka aku akan berhenti berusaha menjadi bagian dari kehidupannya.

Dan dia bilang, tidak ada.
Lalu bilang bahwa dia ingin diterima apa adanya.
Lalu bilang bahwa dia ingin aku berubah.
Lalu bilang bahwa dia tidak ingin menyakitiku.

Sialnya, dia tidak sempat mendengar kata-kata yang ingin kutambahkan dalam kata-katanya karena aku terlanjur dihentikan dan berhenti.

"Sayang, kamu bilang kamu ingin diterima apa adanya. Lalu apakah menurutmu aku juga tidak ingin diterima apa adanya?
Sayang, kamu bilang kamu ingin aku berubah. Lalu apakah menurutmu aku juga tidak ingin kamu berubah?
Tentu saja aku ingin. Tapi aku tidak ingin keinginanku ini menjadi masalah. Karena saat aku menerima cintamu, kekuranganmu adalah hal yang harus kuterima juga.

Sayang, kamu bilang kamu tidak ingin menyakitiku. Lalu apakah itu berarti kamu juga tidak ingin mencoba untuk membahagiakan aku?
Tapi kamu tanpa mencoba, tanpa berusaha, memilih jalan untuk meninggalkan aku daripada membahagiakan aku."


Aku juga punya perasaan. Ah, mungkin dia lupa.
Maka aku berhenti. Berhenti berusaha menjadi bagian dari kehidupannya.
Yah, setidaknya aku berusaha..

"Memutuskanku adalah bentuk keegoisanmu yang tidak bisa menerima kekuranganku. Merindukanku adalah bentuk penyesalanmu yang tidak bisa menerima kekuranganku." -LM


Jumat, 02 September 2011

Sesalah Salahku

Di dalam sini, sakit sekali. Saking sakitnya, air mata tertahan disini.
Setelah dilepaskan, diminta kembali lagi. Setelah kembali lagi, dilepaskan lagi.
Perasaan itu.
Menyakitkan.

Aku tahu, semua orang perlu kesempatan kedua tapi tidak semua orang mau memberikan kesempatan kedua. Terjadi padaku, akhir tahun 2010. Ketika aku membuat kesalahan dan berusaha menebusnya, berusaha memperbaikinya.. Tapi tidak diberi kesempatan kedua, sebagaimanapun aku memohon.. Kesempatan kedua itu tidak pernah ada. Membuatku berpikir, aku tidak akan menjadi orang yang seperti itu, yang pelit memberi kesempatan kedua.

Dan disanalah aku, memberimu kesempatan kedua setelah kamu memutuskan untuk meninggalkanku. Membayangkan dirimu adalah aku akhir tahun 2010 kemarin, yang berniat menebus dan memperbaiki kesalahan. Tapi ternyata tidak. Yang kamu lakukan adalah meninggalkanku lagi dan merasakan perasaan ini. Yang sakit sekali ini.

Kamu meninggalkan aku, lalu mengatakan ini semua salahku.
Bukankah itu sama saja seperti mengatakan bahwa perasaan sakit ini terjadi karena kesalahanku sendiri? Apakah aku sesalah itu? Bukankah sudah cukup buruk kamu meninggalkan aku tanpa harus kamu mengatakan ini semua salahku? Kamu ingin aku menangis sesakit apa?

Di dalam sini, sakit sekali. Saking sakitnya, air mata tertahan disini.
Setelah dilepaskan, diminta kembali lagi. Setelah kembali lagi, dilepaskan lagi.
Perasaan itu.
Menyakitkan.

Rabu, 17 Agustus 2011

Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.

Suatu ketika di suatu hari nanti..

Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.


Dengan segala kerutan-kerutan yang Tuhan gambar di wajahmu setiap tahun.

Dengan segala gigi-gigi yang mulai dibeli para peri gigi setiap beberapa bulan.

Dengan segala helaian-helaian uban yang terus tumbuh di rambutmu setiap minggu.


Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.


Dengan wajah senang yang selalu ingin kulukis di kertas agar bisa abadi.

Dengan wajah letih yang selalu ingin kulihat sebelum dan sesudah tidur.

Dengan wajah nakal yang selalu ingin kuhukum dengan kecupan dan pelukan.


Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.


Setelah mendampingimu saat kamu mengucapkan ijab-qabul di depan penghulu.

Setelah memintamu menyetubuhiku tanpa ada campur-tangan dosa dan setan.

Setelah melahirkan anak-anakmu dengan kehendak Tuhan dan restu para malaikat.

Suatu ketika di suatu hari nanti..

Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.



Minggu, 07 Agustus 2011

Aku ini.. Sedang apa sih?

Aku ini.. Sedang apa sih?

Aku ini seperti sedang menolol-nololkan diri sendiri tapi masih juga berupaya membela diri. Orang tolol yang pura-pura pintar atau orang pintar yang pura-pura tolol. Aku tidak tahu yang mana aku ini. Mencintai kamu yang tidak tahu cara untuk jatuh cinta kepadaku. Padahal jatuh cinta itu tidak mengenal cara. Sampai pada akhirnya, kamu memutuskan hubungan denganku. Kamu kehilangan kesabaran untuk mencari cara jatuh cinta padaku. Kamu hanya bisa melihat diriku sebagai teman, bukan sebagai seorang kekasih.

"Tolol kau, LM!"
"Aku tidak tolol! Aku sudah tahu ini akan terjadi!"
"Kalau kau sudah tahu ini akan terjadi, kenapa kau menangis!? Kenapa hatimu masih sakit!? Dasar tolol!"
"Aku tidak tolol! Dari awal dia memang tidak mencintaiku!!"
"Lalu kenapa kamu masih mencintainya!? Kalau bukan tolol, lalu apa namanya!?"

Aku ini seperti sedang menolol-nololkan diri sendiri tapi masih juga berupaya membela diri. Orang tolol yang berlagak pintar atau orang pintar yang berlagak tolol. Aku tidak tahu yang mana aku ini. Aku yang tidak diakui. Aku yang tidak dicintai. Aku yang tidak dihargai. Aku yang memberi kamu kesempatan kedua untuk mencari cara jatuh cinta padaku saat kamu memintanya. Aku yang memberi kamu kesempatan kedua untuk melihat diriku sebagai kekasih, bukan sebagai seorang teman.

Aku ini.. Sedang apa sih?

Papap lagi apa?

"Pap, lagi apa?"
"..."
"Hehe, tadi abis kuliah.. Langsung ingin ngobrol dengan Papap.. Papap lagi apa?"
"..."
"Hehe, bentar lagi sidang, Pap.. September, tapi tanggal berapanya belum pasti sih.. Nanti dikabarin.. Terus sekarang Papap lagi apa?"
"..."
"Hehe.. Ini tadi Nda beli bunga buat Papap.. Warna putih, sama dengan waktu Nda kasih pas Papap ulang tahun.. Pas kita semua lagi nyanyi Selamat Ulang Tahun buat Papap.. Ini bunganya nih.. Sama, kan?"
"..."
"Papap inget kan?"
"..."
"Papap.. lagi apa?"
"..."
"Kangen sekali, Pap.. Ngobrol yuk.. Jangan diem aja.."
"..."
"Pap, nangis nih Nda.. Papap lagi apa?"
"..."
"Hiks hiks.."

Kamis, 04 Agustus 2011

Ingin Tua Bersamamu



Semua orang punya cara sendiri menikmati senja. Kenikmatanku padamu, senja.. Hanya sepadan dengan secangkir susu coklat hangat dan sebuah buku yang ramah. Ah ya, dan tentu saja.. Semilir angin sore yang hangat bukanlah ide yang terlalu buruk untuk menambah khidmatnya kenikmatanku.

Terkadang aku merasa saat aku menutup mataku untuk beberapa detik karena lelah bercengkrama dengan buku.. Kamu berdandan. Begitu kilat, pun terampil. Bak seorang profesional. Sebab saat aku membuka mataku kembali, kamu terlihat beratus kali lipat lebih cantik dari sebelum aku menutup mata. Ya senjaku, kamu cantik. Dan aku jatuh cinta untuk kesekian kalinya padamu.

Ah, kalau sudah begini rasa-rasanya aku ingin menawarkanmu secangkir susu coklat hangat buatanku sendiri. Sesendok coklat bubuk hitam, dua sendok coklat susu bubuk, setengah sendok gula dan air hangat. Lalu kemudian berbincang denganmu tentang sudah berapa lama aku jatuh cinta padamu. Lalu pipimu akan memerah karena malu mendengar kata-kata manisku. Atau mungkin, dahimu akan berkerut karena muak mendengarnya berulang-ulang.

Terkadang aku memang lupa caranya bersyukur. Tentang hal-hal kecil di sekitarku. Membuat Tuhan jengah mendengar keluhanku. Tapi dirimu, senja, entah mengapa kamu selalu berhasil mengajariku cara bersyukur kembali.

Kamu dan teman-temanmu, seperti bulan purnama beberapa malam hangat kemarin, seperti matahari hangat beberapa pagi dingin kemarin, seperti hujan di beberapa siang panas kemarin, seperti bintang-bintang di beberapa langit gelap kemarin, seperti angin semilir di beberapa sore sejuk kemarin.

Senjaku yang cantik.. Mari kita menjadi tua bersama. Mulai sekarang dan seterusnya. Lalu, kamu akan mampir untuk mendengar kata-kata manis yang akan membuat pipimu merona atau dahimu berkerut sambil menyeruput secangkir susu coklat buatanku. Terus mengajarkanku cara untuk bersyukur saat aku mulai melupakannya karena keriput-keriput di wajahku atau rambut putih di kepalaku.

Iya, ini adalah sebuah lamaran, senjaku. Aku ingin tua bersamamu.

Piring-piring di Hari Minggu

Hari minggu sekarang semua berkumpul. Ada pesta disini. Merayakan apa ya? Ah, mana saya tahu… Untuk berkumpul dan mengadakan pesta memangnya harus selalu ada alasannya ya? Disini duduk berkumpul. Tak perlu meja. Cukup karpet atau samak dan beberapa piring-piring. Piring-piringnya ikut berpesta. Masing-masing piring punya nama, tapi jangan ditanya satu-satu, suatu saat nanti bertemu lalu tidak bisa mengingat nama mereka kan mereka pasti jadi sedih. Cukup lihat saja satu-satu apa yang mereka bawa.

Ih, misalnya piring yang duduk di samping kakak kedua. Itu dia yang bikin tuh. Usus-usus ayam dia kawinkan dengan berbagai macam bumbu. Perkawinannya dimeriahkan oleh banyak cabe rawit warna merah dan gemuk. Wah, kalau dibayangkan rasanya, mungkin lidah bisa menari-nari seperti orang mabuk atau seperti orang yang kebelet pipis.

Oh, atau misalnya piring yang sedang menyimak obrolan kakak pertama dan adik sepupu. Itu sih saya yang bikin. Masakan kampung untuk kami-kami yang kampungan. Kerupuk Sumber Sari direbus sebelum akhirnya dijodohkan di atas penggorengan bersama bumbu-bumbu dapur. Si cabe rawit yang merah dan gemuk itu laku juga. Di undang di perkawinan dan perjodohan sana-sini. Nanti lidah yang mabuk atau kebelet pipis bertambah banyak deh…



Eh, ternyata piring yang tadi pagi masih ada disitu. Kalo itu kakak pertama yang bikin. Dia semacam pesulap handal. Menyulap beberapa sisir roti menjadi roti bakar. Ada yang isinya gula. Ada yang isinya coklat. Ah, kakak pertama… Ada-ada saja. Yang ini sih lidah tak perlu mabuk atau kebelet pipis. Yang ini malah bikin lidah cengar-cengir seperti sedang curi-curi pandang dengan kecengan. Hei, lidah! Jangan ngeceng melulu. Nanti jadi kacung loh…

Ah, itu piring yang meringkuk di sudut samak. Itu piring isinya cerita semua. Duh, banyak sekali ceritanya sampai-sampai si piring meringkuk di sudut samak. Mungkin takut ditambah lagi ceritanya. Nanti dia kecapaian. Ceritanya macam-macam. Macam-macam saja. Tidak perlu tahu ceritanya, kalau mau tahu ya bergabung dengan kami. Di pesta kami di hari Minggu.

Uh, dan ini adalah piring yang sedari tadi dipegang si Mamak sambil berbincang dengan anaknya si kakak kedua. Itu piring isinya kenangan semua. Kenangan akan Papap. Yang duluan pergi ke surga. Itu piring mungkin nanti akan dikirim ke surga. Supaya Papap bisa ikut menikmatinya juga. Di piring itu kan ada doa-doa juga. Pantas saja piringnya terlihat damai. Doanya banyak kok. Mungkin piringnya merasa kebagian doa juga. Padahal itu untuk Papap. Masalah pembagian doa dan kenangan diatur-atur aja nanti begitu sampai di surga ya…

Ini hari minggu. Papap dulu pergi ke surganya juga hari Minggu. Kami juga menangisnya berpuluh-puluh minggu. Duh, tapi hari ini piring yang isinya tangisan sedang cuti. Kasihan, dia lembur terus sejak Papap pergi ke surga. Yasudah, piring-piringnya sudah memanggil. Pestanya sudah mau dimulai. Lidahnya sudah tidak sabar. Merayakan apa ya? Ah mana saya tahu… Kapan-kapan ikut bergabung ya dengan kami. Selamat mengunyah.

Jumat, 20 Mei 2011

Piknik di Bulan



Ingin piknik di bulan.
Bawa keranjang rotan isi cemilan cepuluh cebelas.
Gelar tikar yg disewakan orang bulan.
Lalu memandang bumi dari sana sampai bosan.
Tapi sulit juga, aku bukan tipikal orang yang mudah bosan.
Ah, biarkanlah aku tinggal di bulan selamanya saja kalau begitu!

Sabtu, 13 November 2010

Halo, Saya Masa Lalu.

Halo, saya adalah masa lalu.
Ya.
Masa lalu anda.
Yang anda benci.

Boleh saya tahu, masalah anda dengan saya apa? Kenapa anda begitu benci pada saya? Bukankah hubungan di antara kita seharusnya sudah tidak intens lagi?
Kenapa?
Kenapa anda begitu benci saya?

Kenapa anda tidak melanjutkan hidup anda dan menyimpan saya sebagai sesuatu yang TELAH terjadi? Kenapa anda malah menyalahkan saya? Bukankah anda yang menciptakan saya??

Saya hanya ingin berdamai dengan anda. Bagaimana pun, saya adalah bagian dari hidup anda. Lanjutkan hidup anda. Simpanlah saya di sudut pikiran anda. Belajarlah dari saya. Saya tidak ingin anda kembali memusuhi saya kelak.

Terimakasih.

Penuh hormat,



Masa Lalu