Jumat, 20 Agustus 2010

Kisah Seorang Gadis

Gadis itu gadis normal. Gadis yang sudah tahu rasanya jatuh cinta dan putus cinta. Dia sudah jatuh cinta berkali-kali, juga suda patah hati. Berkali-kali. Sampai pada akhirnya, dia tidak bisa membedakan jatuh cinta dan “jatuh” karena cinta. Tidak, tidak. Dia masih sangat muda. Tapi dia memang jatuh terperosok ke dalam sebuah lubang yang belum diketahui dasarnya. Dia hanya melayang-layang jatuh di lubang itu sampai akhirnya kini dia berpegangan pada sebuah batu hingga dia tidak melayang jatuh. Dari hatinya muncul keinginan bahwa dia tidak mau tahu dasar lubang itu. Keinginan itu membuatnya mencoba memanjat naik, mencoba keluar dari lubang itu.

TAPI

Tidak mudah. Haha, tidak pernah mudah. Gadis itu bukan pemanjat ulung, pun bukan seorang professional. Dia tergelincir berkali-kali. Aah, luka-luka yang dia dapat saat mulai terjatuh sampai akhirnya dia berpegangan pada sebuah batu, belum sembuh benar. Luka-luka yang belum sembuh benar itu, membuat usahanya untuk memanjat naik, menjadi sangat sulit. Bertambah malah. Luka-luka itu.

Gadis itu sudah lelah menangis, tapi tidak bisa berhenti menangis.
Gadis itu sudah lelah tergelincir, tapi dia tidak berusaha menyembuhkan luka-luka menganga yang menghambatnya.

Apa? Apa yang membuat gadis ini berada di situasi seperti itu?

Aah, kisah mulanya begitu normal. Kisah seorang gadis yang bertemu seorang cowo dan kemudian menjalin kisah-kasih dimana-mana hati mereka senang. Gadis itu begitu bahagia. Berat badannya naik 5 kilo saat bersama si cowo. Eh, jangan salah paham. Sang gadis tidak selalu bahagia. Cowo itu berselingkuh 3 kali selama setahun mereka bersama. Keluarga dan sahabat-sahabat sang gadis memperingatkan sang gadis, bahwa sang cowo tidak akan pernah berubah. Mereka ingin sang gadis tidak memaafkan sang cowo dan memutuskan hubungan dengannya. Sang gadis, entah dia begitu bodoh entah begitu baik, dia terus memaafkan sang cowo dengan harapan sang cowo akan berubah. Walau ditentang keluarga dan sahabat-sahabatnya, sang gadis tetap percaya pada harapan dan hatinya. Seluruh harapan dan hatinya telah diberikan pada sang cowo.

Lihat rencana Tuhan untuk gadis ini.

Seperti yang diperingatkan keluarga dan sahabat-sahabatnya, terjadilah perselingkuhan yang ke-4. Sang cowo kembali berselingkuh dengan tetangga sang cowo di sebuah hotel beberapa hari menjelang bulan ramadhan. Sang cowo dan teman selingkuhnya terkena razia pasangan mesum dan dibawa ke kantor polisi. Orang tua sang selingkuhan datang ke kantor polisi. Mereka menuntut sang cowo agar menikahi anaknya, sang selingkuhan. Para polisi mengancam akan memasukkannya ke penjara jika dia tidak menikahi pasangan mesumnya. Sang cowo terdesak.

Sang gadis menampar dengan keras di pipi sang cowo. Cowo yang sangat dikasihinya melebihi dirinya sendiri. Sang gadis melayangkan 5 tamparan keras di pipi sang cowo. Setiap tamparan yang mendarat di pipi sang cowo, sang gadis merasakan sebuah palu menampar hatinya di saat yang bersamaan. Sang gadis meninggalkan sang cowo dengan hati yang terluka, marah, dan kesakitan. Malam harinya, sang gadis menangis dengan suara tertahan, tubuhnya kejang-kejang menahan rasa sakit dan marah. Dia tidak bisa menceritakan perasaannya pada siapapun, sebab dia sudah bilang akan menanggung sendiri resiko yang terjadi jika dia tetap melanjutkan hubungannya bersama sang cowo kepada keluarga dan teman-temannya. Dan disanalah sang gadis, memendam perasaannya dan mulai terperosok ke dalam lubang.

Sang cowo meyakinkan sang gadis bahwa dia tidak akan menikah dengan sang selingkuhan. Besarnya rasa cinta sang gadis pada sang cowo, membuat sang gadis menerima permintaan maaf sang cowo untuk kesekian kalinya. Sebenarnya otaknya berkata jangan, tapi hatinya berkata lakukan. Itu sebabnya sang gadis memaafkan kelakuan biadab sang cowo yang telah mengkhianatinya berkali-kali. Dan hubungan sang gadis dan sang cowo terus berlanjut sampai akhirnya sang gadis mengetahui dari teman sang cowo, bahwa sang cowo telah menikah dengan sang selingkuhan. Lagi, ribuan martil menampar hati sang gadis.

Bagaimana tidak?

Pacarnya menikah dengan selingkuhannya dalam keadaan masih berhubungan dengan sang gadis. Akhirnya sang gadis memutuskan hubungan dengan sang cowo. Mereka berpisah dengan baik-baik. Sang gadis setiap malam menangis kesakitan, tubuhnya kejang-kejang menahan rasa sakit, dan semua itu dia pendam sendiri. Sang gadis mulai kehilangan nafsu makan. Selalu menangis dalam setiap kesempatan. Saat dosen belum datang di kelas, saat sedang mengobrol bersama teman-temannya, saat sedang menonton tivi, saat sebelum tidur, saat bangun tidur. Sang gadis telah terperosok jauh ke dalam lubang dan tersesat. Sang gadis mengalami depresi hebat. Berat badannya perlahan mulai turun.

Karena tidak kuat menanggung kesakitannya, dia memutuskan untuk menceritakan masalahnya pada sahabat-sahabat sang gadis. Sahabat-sahabatnya tidak menyalahkan sang gadis karena dulu dia tidak mendengarkan kata-kata mereka, yang mereka lakukan adalah membantu sang gadis keluar dari lubang. Mereka sahabat yang baik. Mereka memberikan cahaya terang pada sang gadis yang jatuh terlalu dalam sehingga tidak bisa melihat setitik cahaya pun dari dalam lubang itu. Tapi sang gadis terlanjur terkena depresi, air mata yang terus-menerus keluar dari matanya telah membuatnya tidak bisa melihat cahaya itu dan terus berada dalam lubang itu.
Itu belum seberapa.

Sang gadis yang tidak tahan dengan rasa sakit itu memutuskan untuk kembali berhubungan dengan sang cowo. Sang cowo mengiming-imingi sang gadis bahwa dia akan segera bercerai. Besarnya rasa cinta sang gadis membuat dia percaya. Dan dia pun kembali berhubungan dengan sang cowo, tapi kali ini dia bukan pacar sang cowo, melainkan menjadi selingkuhan sang cowo. Sedangkan selingkuhan sang cowo, kini menjadi isteri sang cowo. Terjadi perang besar antara hati dan otak sang gadis.
Lukanya bertambah besar karena dia mengetahui kenyataan bahwa dia kini sekarang bukan menjadi pacar sang cowo lagi, tapi sebagai selingkuhan. Harga dirinya terluka begitu hebat, tapi dia tetap mengambil jalan itu. Para sahabat tidak bisa berkata apa-apa, mereka hanya menyampaikan ketidak-setujuan mereka dan betapa bencinya mereka pada sang cowo.

Isteri sang cowo mulai meneror sang gadis. Keluarga sang cowo mulai memaki-maki sang gadis. Sang cowo diam saja. Sang gadis berjuang sendirian. Berjuang mengatasi luka dan sakit di hatinya. Berjuang menahan rasa sakit dan luka karena ucapan-ucapan isteri dan keluarga sang cowo. Sang gadis sadar, cepat atau lambat dia harus melepaskan sang cowo, walau itu berarti dia harus merelakan hatinya tidak lagi di dalam tubuhnya.

Sang cowo mengatakan dia sudah tidak serumah dengan sang isteri. Sang gadis merasa lega. Sang cowo mengatakan uang untuk cerai sebentar lagi terkumpul, sehingga perceraian yang dinantikan sang gadis bisa cepat tercapai. Sang gadis tersenyum.

Rencana Tuhan memang tidak bisa ditebak.

Sebenarnya sang gadis hanya menginginkan sesuatu yang sederhana. Yaitu kembali normal. Hanya sang gadis dan sang cowo. Bukan sang gadis, sang cowo, dan sang isteri. Tapi hampir 8 bulan, tidak pernah ada perceraian. Hinaan dan terror dari sang isteri dan keluarga sang cowo makin menjadi. Sang gadis terus melayang jauh ke dalam lubang dan lukanya terus bertambah banyak. Dan tibalah saatnya. Sang gadis siap melepas sang cowo. Mereka berpisah tepat di saat hubungan mereka mencapai 1 tahun 8 bulan. Sang gadis menyayangi sang cowo melebihi dirinya selama ini, akan tetapi sang gadis sadar dia harus mulai belajar menyayangi dirinya sendiri.

“Terkadang kita harus melepaskan apa yang kita inginkan, dan mengingat apa yang patut kita dapatkan…” sang gadis meyakinkan hatinya. Dan itulah kisah sang gadis dan juga alasan mengapa sang gadis berada di dalam lubang begitu dalam.

Tidak ada yang tahu mengapa sang gadis bisa begitu bodoh dan membiarkan sang cowo merusak hati, harga diri, dan pikirannya. Yang lebih buruk, sampai saat inipun dia masih menyayangi sang cowo. Sang gadis memang tidak meminta mereka yang membaca kisahnya untuk mengerti mengapa dia begini, mengapa dia begitu. Sang gadis hanya berkata,

“Ini kisahku. Ini hidupku. Kalian tidak akan mengerti karena kalian bukan aku. Tidak apa. Kalian harus menjadi aku dulu untuk mengerti. Tapi percayalah, kalian tidak akan mau. Tidak usah mengerti, cukup membaca dan tahu saja. Tidak usah menilai dan menghakimi keputusanku, karena semuanya sudah terjadi. Dan yang terpenting, sudah selesai.”

Dan disanalah sang gadis. Bergantung pada sebuah batu. Kadang terperosok lebih dalam, kadang berhasil memanjat. Walau terkadang sang gadis masih sering menangis, tapi dia tidak mau menyerah. Dia harus keluar dari lubang itu. Dan dia berjanji pada dirinya sendiri, dia akan keluar dari lubang itu dalam keadaan tersenyum puas.

*Special thanks to Monika who encourages me to write this story. And thanks to God because now me and my soulmate, Mirsa, get back together again after years so far away. And thanks to you both for not giving up on me. I love you two :) *

Alasan kenapa diari berwarna pink itu tidak pernah terbuka lagi..



Kau tahu kenapa aku tidak pernah membuka diari berwarna pink itu lagi? Aah kenapa kau harus tahu? Aku mungkin tidak mengenal siapapun yang membaca tulisan ini, kau juga mungkin tidak mengenal aku. Jadi kenapa aku tidak pernah membuka diari berwarna pink itu?

Yang pertama, karena aku ingat dengan baik, apa yang terakhir aku tulis di sana. Di buku diari berwarna pink itu.
Dan yang kedua, karena aku ingat dengan sangat baik, apa yang tidak aku tulis di sana. Di buku diari berwarna pink itu.
Yang terakhir aku tulis, tentang kebahagiaan. Yang tidak aku tulis… tentang depresi mendalam akibat kebahagiaan yang sempat aku tulis di diari berwarna pink itu. Depresi mendalam yang membuat saya di “berkahi” gelar MBH (baca: Master of Broken-Hearted). Maka saya, Melinda HendraPutri, M.BH, menutup rapat diari berwarna pink itu sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
Kau tidak mengerti?
Aah, tak apa… Kau kan tidak kenal aku. Begitupun sebaliknya.

Kamis, 19 Agustus 2010

manusiawi



Yaa mungkin kita tahu Tuhan tak pernah salah. Walau mungkin, kita seringkali mempertanyakan Tuhan. Saya manusia, jadi saya merasa lega begitu mengetahui saya memiliki perasaan mempertanyakan Tuhan. Itu berarti saya manusiawi tanpa harus berbuat kebaikan. Ahh, entah atas dasar atau berkiblat pada filosofi siapa saya mengartikan arti kata manusiawi itu sendiri. Bagi saya manusiawi itu berarti kelemahan manusia. Semua sifat buruk yang dimiliki manusia itu adalah manusiawi. Sekian dan masih mempertanyakan.