Rabu, 17 Agustus 2011

Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.

Suatu ketika di suatu hari nanti..

Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.


Dengan segala kerutan-kerutan yang Tuhan gambar di wajahmu setiap tahun.

Dengan segala gigi-gigi yang mulai dibeli para peri gigi setiap beberapa bulan.

Dengan segala helaian-helaian uban yang terus tumbuh di rambutmu setiap minggu.


Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.


Dengan wajah senang yang selalu ingin kulukis di kertas agar bisa abadi.

Dengan wajah letih yang selalu ingin kulihat sebelum dan sesudah tidur.

Dengan wajah nakal yang selalu ingin kuhukum dengan kecupan dan pelukan.


Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.


Setelah mendampingimu saat kamu mengucapkan ijab-qabul di depan penghulu.

Setelah memintamu menyetubuhiku tanpa ada campur-tangan dosa dan setan.

Setelah melahirkan anak-anakmu dengan kehendak Tuhan dan restu para malaikat.

Suatu ketika di suatu hari nanti..

Biarkan aku menjadi tua. Dan tetap mencintaimu.



Minggu, 07 Agustus 2011

Aku ini.. Sedang apa sih?

Aku ini.. Sedang apa sih?

Aku ini seperti sedang menolol-nololkan diri sendiri tapi masih juga berupaya membela diri. Orang tolol yang pura-pura pintar atau orang pintar yang pura-pura tolol. Aku tidak tahu yang mana aku ini. Mencintai kamu yang tidak tahu cara untuk jatuh cinta kepadaku. Padahal jatuh cinta itu tidak mengenal cara. Sampai pada akhirnya, kamu memutuskan hubungan denganku. Kamu kehilangan kesabaran untuk mencari cara jatuh cinta padaku. Kamu hanya bisa melihat diriku sebagai teman, bukan sebagai seorang kekasih.

"Tolol kau, LM!"
"Aku tidak tolol! Aku sudah tahu ini akan terjadi!"
"Kalau kau sudah tahu ini akan terjadi, kenapa kau menangis!? Kenapa hatimu masih sakit!? Dasar tolol!"
"Aku tidak tolol! Dari awal dia memang tidak mencintaiku!!"
"Lalu kenapa kamu masih mencintainya!? Kalau bukan tolol, lalu apa namanya!?"

Aku ini seperti sedang menolol-nololkan diri sendiri tapi masih juga berupaya membela diri. Orang tolol yang berlagak pintar atau orang pintar yang berlagak tolol. Aku tidak tahu yang mana aku ini. Aku yang tidak diakui. Aku yang tidak dicintai. Aku yang tidak dihargai. Aku yang memberi kamu kesempatan kedua untuk mencari cara jatuh cinta padaku saat kamu memintanya. Aku yang memberi kamu kesempatan kedua untuk melihat diriku sebagai kekasih, bukan sebagai seorang teman.

Aku ini.. Sedang apa sih?

Papap lagi apa?

"Pap, lagi apa?"
"..."
"Hehe, tadi abis kuliah.. Langsung ingin ngobrol dengan Papap.. Papap lagi apa?"
"..."
"Hehe, bentar lagi sidang, Pap.. September, tapi tanggal berapanya belum pasti sih.. Nanti dikabarin.. Terus sekarang Papap lagi apa?"
"..."
"Hehe.. Ini tadi Nda beli bunga buat Papap.. Warna putih, sama dengan waktu Nda kasih pas Papap ulang tahun.. Pas kita semua lagi nyanyi Selamat Ulang Tahun buat Papap.. Ini bunganya nih.. Sama, kan?"
"..."
"Papap inget kan?"
"..."
"Papap.. lagi apa?"
"..."
"Kangen sekali, Pap.. Ngobrol yuk.. Jangan diem aja.."
"..."
"Pap, nangis nih Nda.. Papap lagi apa?"
"..."
"Hiks hiks.."

Kamis, 04 Agustus 2011

Ingin Tua Bersamamu



Semua orang punya cara sendiri menikmati senja. Kenikmatanku padamu, senja.. Hanya sepadan dengan secangkir susu coklat hangat dan sebuah buku yang ramah. Ah ya, dan tentu saja.. Semilir angin sore yang hangat bukanlah ide yang terlalu buruk untuk menambah khidmatnya kenikmatanku.

Terkadang aku merasa saat aku menutup mataku untuk beberapa detik karena lelah bercengkrama dengan buku.. Kamu berdandan. Begitu kilat, pun terampil. Bak seorang profesional. Sebab saat aku membuka mataku kembali, kamu terlihat beratus kali lipat lebih cantik dari sebelum aku menutup mata. Ya senjaku, kamu cantik. Dan aku jatuh cinta untuk kesekian kalinya padamu.

Ah, kalau sudah begini rasa-rasanya aku ingin menawarkanmu secangkir susu coklat hangat buatanku sendiri. Sesendok coklat bubuk hitam, dua sendok coklat susu bubuk, setengah sendok gula dan air hangat. Lalu kemudian berbincang denganmu tentang sudah berapa lama aku jatuh cinta padamu. Lalu pipimu akan memerah karena malu mendengar kata-kata manisku. Atau mungkin, dahimu akan berkerut karena muak mendengarnya berulang-ulang.

Terkadang aku memang lupa caranya bersyukur. Tentang hal-hal kecil di sekitarku. Membuat Tuhan jengah mendengar keluhanku. Tapi dirimu, senja, entah mengapa kamu selalu berhasil mengajariku cara bersyukur kembali.

Kamu dan teman-temanmu, seperti bulan purnama beberapa malam hangat kemarin, seperti matahari hangat beberapa pagi dingin kemarin, seperti hujan di beberapa siang panas kemarin, seperti bintang-bintang di beberapa langit gelap kemarin, seperti angin semilir di beberapa sore sejuk kemarin.

Senjaku yang cantik.. Mari kita menjadi tua bersama. Mulai sekarang dan seterusnya. Lalu, kamu akan mampir untuk mendengar kata-kata manis yang akan membuat pipimu merona atau dahimu berkerut sambil menyeruput secangkir susu coklat buatanku. Terus mengajarkanku cara untuk bersyukur saat aku mulai melupakannya karena keriput-keriput di wajahku atau rambut putih di kepalaku.

Iya, ini adalah sebuah lamaran, senjaku. Aku ingin tua bersamamu.

Piring-piring di Hari Minggu

Hari minggu sekarang semua berkumpul. Ada pesta disini. Merayakan apa ya? Ah, mana saya tahu… Untuk berkumpul dan mengadakan pesta memangnya harus selalu ada alasannya ya? Disini duduk berkumpul. Tak perlu meja. Cukup karpet atau samak dan beberapa piring-piring. Piring-piringnya ikut berpesta. Masing-masing piring punya nama, tapi jangan ditanya satu-satu, suatu saat nanti bertemu lalu tidak bisa mengingat nama mereka kan mereka pasti jadi sedih. Cukup lihat saja satu-satu apa yang mereka bawa.

Ih, misalnya piring yang duduk di samping kakak kedua. Itu dia yang bikin tuh. Usus-usus ayam dia kawinkan dengan berbagai macam bumbu. Perkawinannya dimeriahkan oleh banyak cabe rawit warna merah dan gemuk. Wah, kalau dibayangkan rasanya, mungkin lidah bisa menari-nari seperti orang mabuk atau seperti orang yang kebelet pipis.

Oh, atau misalnya piring yang sedang menyimak obrolan kakak pertama dan adik sepupu. Itu sih saya yang bikin. Masakan kampung untuk kami-kami yang kampungan. Kerupuk Sumber Sari direbus sebelum akhirnya dijodohkan di atas penggorengan bersama bumbu-bumbu dapur. Si cabe rawit yang merah dan gemuk itu laku juga. Di undang di perkawinan dan perjodohan sana-sini. Nanti lidah yang mabuk atau kebelet pipis bertambah banyak deh…



Eh, ternyata piring yang tadi pagi masih ada disitu. Kalo itu kakak pertama yang bikin. Dia semacam pesulap handal. Menyulap beberapa sisir roti menjadi roti bakar. Ada yang isinya gula. Ada yang isinya coklat. Ah, kakak pertama… Ada-ada saja. Yang ini sih lidah tak perlu mabuk atau kebelet pipis. Yang ini malah bikin lidah cengar-cengir seperti sedang curi-curi pandang dengan kecengan. Hei, lidah! Jangan ngeceng melulu. Nanti jadi kacung loh…

Ah, itu piring yang meringkuk di sudut samak. Itu piring isinya cerita semua. Duh, banyak sekali ceritanya sampai-sampai si piring meringkuk di sudut samak. Mungkin takut ditambah lagi ceritanya. Nanti dia kecapaian. Ceritanya macam-macam. Macam-macam saja. Tidak perlu tahu ceritanya, kalau mau tahu ya bergabung dengan kami. Di pesta kami di hari Minggu.

Uh, dan ini adalah piring yang sedari tadi dipegang si Mamak sambil berbincang dengan anaknya si kakak kedua. Itu piring isinya kenangan semua. Kenangan akan Papap. Yang duluan pergi ke surga. Itu piring mungkin nanti akan dikirim ke surga. Supaya Papap bisa ikut menikmatinya juga. Di piring itu kan ada doa-doa juga. Pantas saja piringnya terlihat damai. Doanya banyak kok. Mungkin piringnya merasa kebagian doa juga. Padahal itu untuk Papap. Masalah pembagian doa dan kenangan diatur-atur aja nanti begitu sampai di surga ya…

Ini hari minggu. Papap dulu pergi ke surganya juga hari Minggu. Kami juga menangisnya berpuluh-puluh minggu. Duh, tapi hari ini piring yang isinya tangisan sedang cuti. Kasihan, dia lembur terus sejak Papap pergi ke surga. Yasudah, piring-piringnya sudah memanggil. Pestanya sudah mau dimulai. Lidahnya sudah tidak sabar. Merayakan apa ya? Ah mana saya tahu… Kapan-kapan ikut bergabung ya dengan kami. Selamat mengunyah.